Berdasarkan keterangan Kemenkominfo, penutupan telegram merupakan hasil dari investigasi tiga institusi yang bertanggung jawab atas pemberantasan teroris yakni kepolisian, BNPT dan BIN.
Berdasarkan penelusuran Kriminalitas.com, sejumlah pergerakan kelompok radikal memang masif terjadi melalui aplikasi pesan singkat berbasis internet tersebut.
Kisaran jumlah orang yang tergabung dalam sebuah grup yang menyebarkan konten radikal mulai dari 20 sampai 170.
Dari percakapan yang ditelusuri, diduga grup tersebut merupakan grup eksklusif dengan mendahulukan keamanan mereka dari ‘intaian’ intelijen.
Setiap anggota yang ingin masuk harus mendeklarasikan kesungguhannya untuk menjadi ‘prajurit’ pembela Daulah Islamiyah.Sebuah akun Telegram berbagi konten terkait aksi teror di telegram. (Istimewa)
Seperti pernyataan yang dibuat oleh salah seorang akun berinisial MM yang dalam percakapannya bersumpah bahwa ia bukanlah bagian dari Republik Indonesia.
“Jika ana berdusta atas ucapan ini, maka ana segera mendapat Azab dan Laknat pada Ana dan Keluarga Ana dari ALLAH TA’ALA sesegera mungkin jika ikut memat matai Anshar Daulah Islamiyah,” demikian dinukil dari screencapture yang didapat Kriminalitas.com.
Sementara isi percakapan dari grup tersebut beragam. Mulai dari propaganda jihad sampai berbagi konten digital yang berisi pelatihan menjadi prajurit. Selain itu di dalam sejumlah grup tersebut juga diserukan sejumlah cara para prajurit untuk melakukan teror.